Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Belanda dalam Forum Internasional dan Pengaruhnya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia


1. Diplomasi Beras Tahun 1946

Antara India dengan Indonesia terdapat persamaan nasib dan sejarah. Keduanya sama-sama pernah dijajah dan menentang penjajahan. Oleh karenanya, ketika rakyat India mengalami kekurangan bahan makanan, pemerintah Indonesia menawarkan bantuan padi sejumlah 500.000 ton. . Perjanjian ini sebenarnya merupakan barter kedua negara, sebab India ternyata juga memberikan bantuan obat-obatan kepada Indonesia


2. Perundingan Linggarjati

Perundingan Linggarjati dilakukan pada tangga 10 November 1946 di Linggarjati, dekat Cirebon. Dalam perundingan ini, Indonesia diwakili oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir sedangkan Belanda diwakili oleh Prof. Scermerhorn. Perundingan tersebut dipimpin oleh Lord Killearn, seorang diplomat Inggris. Berikut ini beberapa keputusan Perundingan Linggarjati.
a. Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia meliputi Jawa, Madura, dan Sumatra.
b. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia.
c. Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Dalam perkembangan selanjutnya, Belanda melanggar ketentuan perundingan tersebut dengan melakukan agresi militer I tanggal 21 Juli 1947.


3. Agresi Militer Belanda (Tanggal 21 Juli 1947)

Pada tanggal 21 Juli 1947 Belanda melancarkan aksi polisionil yang dikenal dengan agresi militer I. Tujuannya adalah untuk menguasai sarana-sarana vital di Jawa dan Madura. Jadi tujuan serangan ini bersifat ekonomis. Pasukan Belanda bergerak dari Jakarta dan Bandung untuk menduduki Jawa Barat, dan dari Surabaya untuk menduduki Madura. Berbagai reaksi bermunculan akibat agresi militer I. Belanda tidak menyangka apabila Amerika Serikat dan Inggris memberikan reaksi yang negatif. Australia dan India mengajukan masalah Indonesia ini ke Dewan Keamanan PBB. Pada tanggal 4 Agustus 1947, PBB mengeluarkan perintah penghentian tembak menembak. Untuk mengawasi gencatan senjata, PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN). Anggota KTN ada tiga negara yaitu:
a. Belgia (dipilih oleh Belanda) dipimpin oleh Paul van Zeeland;
b. Australia (dipilih oleh Indonesia) dipimpin oleh Richard Kirby; dan
c. Amerika Serikat (dipilih oleh Indonesia dan Belanda) dipimpin Dr. Frank Graham.
Tugas utama KTN adalah mengawasi secara langsung penghentian tembak-menembak sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB. Dengan demikian masalah Indonesia menjadi masalah internasional. Secara diplomatis jelas sangat menguntungkan Indonesia.
KTN berhasil mempertemukan Indonesia dengan Belanda dalam Perjanjian Renville. Selain itu juga mengembalikan para pemimpin Republik Indonesia yang ditawan Belanda di Bangka.


4. Perundingan Renville

Perundingan Renville dilaksanakan di atas Geladak Kapal Renville milik Amerika Serikat tanggal 17 Januari 1948. Dalam perundingan tersebut, pemerintah Indonesia diwakili oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin. Sedangkan Belanda diwakili oleh Abdul Kadir Widjojoatmodjo. Hasil perundingan tersebut adalah:
a. wilayah Indonesia diakui berdasarkan garis demarkasi (garis van Mook),
b. Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia sampai Republik Indonesia Serikat terbentuk,
c. kedudukan RIS dan Belanda sejajar dalam Uni Indonesia-Belanda,
d. RI merupakan bagian dari RIS, dan
e. pasukan RI yang berada di daerah kantong harus ditarik ke daerah RI.
Nasib dan kelanjutan Perundingan Renville relatif sama dengan Perundingan Linggarjati. Belanda kembali melanggar perjanjian dengan
melakukan agresi militer II tanggal 19 Desember 1948.


5. Agresi Militer Belanda II, (Tanggal 19 Desember 1948)

Pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda melancarkan aksi polisionil ke II. Belanda menduduki kota Yogyakarta, yang diawali dengan penerjunan pasukan payung di Lapangan Udara Maguwo, serta mengepung dan menghancurkan konsentrasi-konsentrasi TNI. Dalam agresi kedua, Belanda berhasil menduduki Yogyakarta dan menangkap para pemimpin politik serta militer.
Meskipun para pemimpin politik ditangkap, pemerintahan Republik Indonesia tidak berhenti. Sebelum ditangkap Presiden Soekarno memberikan mandat melalui radiogram kepada Menteri Kemakmuran Mr. Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, Sumatra Barat. Melalui PDRI, pemerintahan tetap terus berjalan. PDRI mampu memberi
instruksi kepada delegasi Indonesia di forum PBB untuk menerima penghentian tembak-menembak dan bersedia berunding dengan Belanda. Hal ini dilakukan dalam rangka menarik simpati dunia internasional. Selain itu untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa pemerintahan RI masih terus berjalan meskipun para pemimpin politik ditawan oleh Belanda.


6. Konferensi Asia di New Delhi

Konferensi Asia di New Delhi di selenggarakan pada tanggal 20 - 25 Januari 1949. Dalam konferensi tersebut hadir 19 negara termasuk utusan dari Mesir, Italia, dan New Zealand. Wakil-wakil dari Indonesia antara lain Mr. Utoyo Ramelan, Sumitro Djoyohadikusumo, H. Rosyidi, dan lain-lain. Hasil konferensi meliputi:
a. pengembalian Pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta,
b. pembentukan pemerintahan ad interim sebelum tanggal 15 Maret 1949,
c. penarikan tentara Belanda dari seluruh wilayah Indonesia, dan
d. penyerahan kedaulatan kepada Pemerintah Indonesia Serikat paling lambat tanggal 1 Januari 1950.

Menanggapi rekomendasi Konferensi New Delhi, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan sebuah resolusi tanggal 28 Januari
1949 yang isinya:
a. penghentian operasi militer dan gerilya,
b. pembebasan tahanan politik Indonesia oleh Belanda,
c. pemerintah RI kembali ke Yogyakarta, dan
d. akan diadakan perundingan secepatnya.

Dampak Konferensi Asia di New Delhi sangat jelas. Indonesia semakin mendapat dukungan internasional dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Belanda.

0 Response to "Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Belanda dalam Forum Internasional dan Pengaruhnya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia"

Posting Komentar

Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Belanda dalam Forum Internasional dan Pengaruhnya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia


1. Diplomasi Beras Tahun 1946

Antara India dengan Indonesia terdapat persamaan nasib dan sejarah. Keduanya sama-sama pernah dijajah dan menentang penjajahan. Oleh karenanya, ketika rakyat India mengalami kekurangan bahan makanan, pemerintah Indonesia menawarkan bantuan padi sejumlah 500.000 ton. . Perjanjian ini sebenarnya merupakan barter kedua negara, sebab India ternyata juga memberikan bantuan obat-obatan kepada Indonesia


2. Perundingan Linggarjati

Perundingan Linggarjati dilakukan pada tangga 10 November 1946 di Linggarjati, dekat Cirebon. Dalam perundingan ini, Indonesia diwakili oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir sedangkan Belanda diwakili oleh Prof. Scermerhorn. Perundingan tersebut dipimpin oleh Lord Killearn, seorang diplomat Inggris. Berikut ini beberapa keputusan Perundingan Linggarjati.
a. Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia meliputi Jawa, Madura, dan Sumatra.
b. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia.
c. Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Dalam perkembangan selanjutnya, Belanda melanggar ketentuan perundingan tersebut dengan melakukan agresi militer I tanggal 21 Juli 1947.


3. Agresi Militer Belanda (Tanggal 21 Juli 1947)

Pada tanggal 21 Juli 1947 Belanda melancarkan aksi polisionil yang dikenal dengan agresi militer I. Tujuannya adalah untuk menguasai sarana-sarana vital di Jawa dan Madura. Jadi tujuan serangan ini bersifat ekonomis. Pasukan Belanda bergerak dari Jakarta dan Bandung untuk menduduki Jawa Barat, dan dari Surabaya untuk menduduki Madura. Berbagai reaksi bermunculan akibat agresi militer I. Belanda tidak menyangka apabila Amerika Serikat dan Inggris memberikan reaksi yang negatif. Australia dan India mengajukan masalah Indonesia ini ke Dewan Keamanan PBB. Pada tanggal 4 Agustus 1947, PBB mengeluarkan perintah penghentian tembak menembak. Untuk mengawasi gencatan senjata, PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN). Anggota KTN ada tiga negara yaitu:
a. Belgia (dipilih oleh Belanda) dipimpin oleh Paul van Zeeland;
b. Australia (dipilih oleh Indonesia) dipimpin oleh Richard Kirby; dan
c. Amerika Serikat (dipilih oleh Indonesia dan Belanda) dipimpin Dr. Frank Graham.
Tugas utama KTN adalah mengawasi secara langsung penghentian tembak-menembak sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB. Dengan demikian masalah Indonesia menjadi masalah internasional. Secara diplomatis jelas sangat menguntungkan Indonesia.
KTN berhasil mempertemukan Indonesia dengan Belanda dalam Perjanjian Renville. Selain itu juga mengembalikan para pemimpin Republik Indonesia yang ditawan Belanda di Bangka.


4. Perundingan Renville

Perundingan Renville dilaksanakan di atas Geladak Kapal Renville milik Amerika Serikat tanggal 17 Januari 1948. Dalam perundingan tersebut, pemerintah Indonesia diwakili oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin. Sedangkan Belanda diwakili oleh Abdul Kadir Widjojoatmodjo. Hasil perundingan tersebut adalah:
a. wilayah Indonesia diakui berdasarkan garis demarkasi (garis van Mook),
b. Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia sampai Republik Indonesia Serikat terbentuk,
c. kedudukan RIS dan Belanda sejajar dalam Uni Indonesia-Belanda,
d. RI merupakan bagian dari RIS, dan
e. pasukan RI yang berada di daerah kantong harus ditarik ke daerah RI.
Nasib dan kelanjutan Perundingan Renville relatif sama dengan Perundingan Linggarjati. Belanda kembali melanggar perjanjian dengan
melakukan agresi militer II tanggal 19 Desember 1948.


5. Agresi Militer Belanda II, (Tanggal 19 Desember 1948)

Pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda melancarkan aksi polisionil ke II. Belanda menduduki kota Yogyakarta, yang diawali dengan penerjunan pasukan payung di Lapangan Udara Maguwo, serta mengepung dan menghancurkan konsentrasi-konsentrasi TNI. Dalam agresi kedua, Belanda berhasil menduduki Yogyakarta dan menangkap para pemimpin politik serta militer.
Meskipun para pemimpin politik ditangkap, pemerintahan Republik Indonesia tidak berhenti. Sebelum ditangkap Presiden Soekarno memberikan mandat melalui radiogram kepada Menteri Kemakmuran Mr. Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, Sumatra Barat. Melalui PDRI, pemerintahan tetap terus berjalan. PDRI mampu memberi
instruksi kepada delegasi Indonesia di forum PBB untuk menerima penghentian tembak-menembak dan bersedia berunding dengan Belanda. Hal ini dilakukan dalam rangka menarik simpati dunia internasional. Selain itu untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa pemerintahan RI masih terus berjalan meskipun para pemimpin politik ditawan oleh Belanda.


6. Konferensi Asia di New Delhi

Konferensi Asia di New Delhi di selenggarakan pada tanggal 20 - 25 Januari 1949. Dalam konferensi tersebut hadir 19 negara termasuk utusan dari Mesir, Italia, dan New Zealand. Wakil-wakil dari Indonesia antara lain Mr. Utoyo Ramelan, Sumitro Djoyohadikusumo, H. Rosyidi, dan lain-lain. Hasil konferensi meliputi:
a. pengembalian Pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta,
b. pembentukan pemerintahan ad interim sebelum tanggal 15 Maret 1949,
c. penarikan tentara Belanda dari seluruh wilayah Indonesia, dan
d. penyerahan kedaulatan kepada Pemerintah Indonesia Serikat paling lambat tanggal 1 Januari 1950.

Menanggapi rekomendasi Konferensi New Delhi, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan sebuah resolusi tanggal 28 Januari
1949 yang isinya:
a. penghentian operasi militer dan gerilya,
b. pembebasan tahanan politik Indonesia oleh Belanda,
c. pemerintah RI kembali ke Yogyakarta, dan
d. akan diadakan perundingan secepatnya.

Dampak Konferensi Asia di New Delhi sangat jelas. Indonesia semakin mendapat dukungan internasional dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Belanda.

0 komentar:

Posting Komentar